Negara Indonesia adalah salah satu negara di Asia tenggara
yang terluas. Untuk itu banyak sekali sumber daya alam dan keaneka ragaman
budaya, suku, dan bahasa di Indonesia. Kekayaan itulah yang membuat banyak
negara mengincarnya puluhan tahun silam.
Para pejuang, berjuang merebut negara kita dari tangan
penjajah dan Soekarno menjadi presiden pertama di Indonesia yang berhasil
memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia. Tukang Kebun Soekarno pun juga menjadi
salah satu saksi saat kemerdekaan lalu. Seperti inilah kisahnya
Arsilan masih terlihat gagah di usianya yang telah senja. Ia
tampak memakai topi baret merah dengan baju tentara loreng dengan tulisan
Markas Besar Perintis Kemerdekaan Republik Indonesia (Mabes PKRI).
Kakek yang lahir tahun 1924 ini menempati rumah kecil berkuran 2X3 meter yang
dibangun di trotoar pagar kawasan taman tugu proklamasi. Arsilan merupakan
tukang kebun Bung Karno. Ia seorang saksi mata proklamasi kemerdekaan Indonesia
17 Agustus 1945. Di sisa-sisa ingatannya, bapak empat anak ini menceritakan
kenangannya terkait hari proklamasi Indonesia itu.
Pembacaan proklamasi itu dilakukan di depan rumah Bung Karno yang kini menjadi area tugu proklamasi. Saat itu, belum ada tiang bendera dari besi. Tiang yang dijadikan untuk pengibaran bendera terbuat dari bambu, disiapkan satu hari sebelumnya atau 16 Agustus 1945.
"Tiangnya dari bambu, orang tua saya yang beli di Manggarai. Bung Karno yang nyuruh tiangnya ditanam di sini (posisi tiang bendera)," katanya saat berbincang di depan kediamannya Pria asal serang ini menceritakan, sekitar seribuan warga yang hadir pada saat itu.
Arsilan sendiri berdiri dengan jarak sekitar 10 meter dari posisi berdiri Bung Karno. Banyak pejuang yang menangis. Sementara rakyat juga banyak yang masih merasa takut. "Ucapan bung Karno waktu membacakan, bapak mendengar dan melihat?. Banyak yang nangis, ingat kesusahan waktu zaman Belanda, ingat banyak yang mati, pakaian dari karung, susah makan," katanya.
"Setelah Bung Karno bilang merdeka, semua teriak merdeka. Rakyat kan masih takut, baru ditinggal penjajah." Pria asal Serang, Banten ini juga masih ingat saat dia melihat Ibu Fatmawati menjahit bendera sangsaka merah putih. Saat itu, Fatmawati tengah berbadan dua atau hamil. Ia menjahit di teras rumah.
"Di teras rumah, jahitnya, lagi hamil. Saya lihat menjahitnya saya lihat," katanya.
Di pagi 17 agustus tahun lalu, Arsilan melaksanakan upacara bendera di tugu proklamasi sekitar pukul 08.00 WIB. Saat ditanya bagaimana perbandingan dengan nuansa upacara 17 Agustus saat ini, ia menyebut bahwa upacara bendera kini hanya tiruan saja.
"Sekarang cuma tiruan," ujarnya, seperti dikutip dari laman detik.com
Pembacaan proklamasi itu dilakukan di depan rumah Bung Karno yang kini menjadi area tugu proklamasi. Saat itu, belum ada tiang bendera dari besi. Tiang yang dijadikan untuk pengibaran bendera terbuat dari bambu, disiapkan satu hari sebelumnya atau 16 Agustus 1945.
"Tiangnya dari bambu, orang tua saya yang beli di Manggarai. Bung Karno yang nyuruh tiangnya ditanam di sini (posisi tiang bendera)," katanya saat berbincang di depan kediamannya Pria asal serang ini menceritakan, sekitar seribuan warga yang hadir pada saat itu.
Arsilan sendiri berdiri dengan jarak sekitar 10 meter dari posisi berdiri Bung Karno. Banyak pejuang yang menangis. Sementara rakyat juga banyak yang masih merasa takut. "Ucapan bung Karno waktu membacakan, bapak mendengar dan melihat?. Banyak yang nangis, ingat kesusahan waktu zaman Belanda, ingat banyak yang mati, pakaian dari karung, susah makan," katanya.
"Setelah Bung Karno bilang merdeka, semua teriak merdeka. Rakyat kan masih takut, baru ditinggal penjajah." Pria asal Serang, Banten ini juga masih ingat saat dia melihat Ibu Fatmawati menjahit bendera sangsaka merah putih. Saat itu, Fatmawati tengah berbadan dua atau hamil. Ia menjahit di teras rumah.
"Di teras rumah, jahitnya, lagi hamil. Saya lihat menjahitnya saya lihat," katanya.
Di pagi 17 agustus tahun lalu, Arsilan melaksanakan upacara bendera di tugu proklamasi sekitar pukul 08.00 WIB. Saat ditanya bagaimana perbandingan dengan nuansa upacara 17 Agustus saat ini, ia menyebut bahwa upacara bendera kini hanya tiruan saja.
"Sekarang cuma tiruan," ujarnya, seperti dikutip dari laman detik.com
Memang, beda sekali antara jaman dulu dan sekarang. Para pejuang
kita berjuang mati-matian demi mempertahankan Negara Indonesia. Kita yang hanya
bisa memetik hasilnya harus mempertahankan apa yang telah diperjuangkan oleh
para pendahulu kita dan selalu memunculkan rasa patriotisme dalam diri kita. Semoga
bermanfaat.
Sumber: instagram
loading...