Indonesia Memiliki 4 Wilayah Yang Masih Melakukan Tradisi Mengawetkan Jasad

Yang kita tahu, mumi adalah tradisi pengawetan jenazah yang banyak dilakukan di zaman mesir kuno. Kala itu, raja dan ratu yang pernah berkuasa diawetkan agar di masa depan jasa-jasa mereka bisa terus dikenang. Itulah mengapa banyak sekali mumi ditemukan di kebudayaan Mesir terutama di dalam piramida yang digunakan untuk kuburan.



Tradisi mumi atau pengawetan jenazah ternyata juga dilakukan di Indonesia. Beberapa suku pribumi mengawetkan mayat dari leluhur karena dianggap memberikan keberuntungan. Berikut kisah selengkapnya tentang tradisi mumi di Indonesia.

1. Mumi Suku Dani – Papua.

Mumi Suku Dani [image source]

Mumi Suku Dani [image source]

Suku Dani di Papua memiliki tradisi mengkhawatirkan jenazah sejak lama. Jenazah yang diawetkan atau gampangnya disebut mumi ini memiliki warna hitam pekat. Berbeda dengan mumi yang ada di kawasan Mesir, mumi di sini tidak dibalut. Pun posisinya pun duduk, dengan kepala mendongak ke atas dan mulut menganga lebar. Mumi biasanya disimpan di dalam rumah dan akan dikeluarkan jika ada wisatawan yang datang. Proses pembuatan mumi di sini tidak dibalsam seperti yang ada di Mesir. Mumi di sini biasanya dijemur dan disimpan di dalam gua. Setelah agak mengering mumi akan di taruh di atas perapian lalu ditusuk dengan tulang babi untuk menghilangkan lemak. Lambat laun mumi akan menghitam dengan sendirinya.

2. Mumi Suku Toraja – Sulawesi Selatan.


Suku Toraja yang menyebar di Sulawesi Selatan khususnya di Kabupaten Toraja Utara juga memiliki tradisi mumi. Biasanya orang yang telah meninggal akan diberi ramuan khusus dan membuat mereka tidak akan membusuk. Tubuh mayat akan mengering lalu disimpan di liang batu yang berada di bukit-bukti berbatu. Dalam beberapa kesempatan, Suku Toraja akan mengadakan sebuah upacara bernama Ma’nene. Upacara ini dilakukan untuk membersihkan leluhur yang telah berusia puluhan hingga ratusan tahun. Biasanya baju mumi akan diganti dengan yang baru dan diarak keliling desa. Mayat-mayat ini kadang ada yang bisa berjalan sendiri. Acara ini akhirnya menarik banyak wisatawan datang. Mereka ingin membuktikan apakah mumi itu benar-benar bisa berjalan.

3. Mumi Kampung Wolondopo – NTT.


Di salah satu kampung bernama Wolondopo, NTT, terdapat sebuah bangunan yang berisi satu mumi yang awet secara alami. Mumi yang bernama Kaki More ini tidak pernah mengalami pembalsaman pada tubuhnya. Ia hanya dimasukkan ke dalam sebuah peti lalu mengering dengan sendirinya. Kaki Morea adalah keturunan keluarga Mosalaki atau pemimpin adat. Saat meninggal ia berpesan agar tidak menguburnya. Akhirnya jenazah ini mengering dan saat ini sering dikunjungi oleh wisatawan. Mumi yang terletak di Wolondopo ini terbuka untuk umum. Namun seseorang yang datang harus mengajak juru kunci yang merupakan keturunan dari Kaki More. Di dalam bangunan, Kaki More terbaring miring dengan sekujur tubuhnya dibungkus dengan kain bermotif batik.

4. Mumi Suku Moni – Papua.


Satu lagi mumi yang berasal dari papua. Setelah Suku Dani menunjukkan mumi berwarna hitam pekat, kali ini giliran Suku Moni yang menunjukkan mumi terhebatnya. Mumi ini bernama Belau Mala. Ia ditempatkan pada sebuah kotak di depan desa. Pembuat mumi dari tubuh Belau Mala dilakukan karena ia dianggap sangat berjasa. Ia mengantarkan misionaris pertama ke desa ini dengan selamat. Pemurnian biasanya dilakukan dengan dengan melumuri jenazah dengan minyak babi. Selanjutnya jenazah akan ditaruh di atas perapian hingga akhirnya mengering dan tidak membusuk. Seseorang yang ingin melihat mumi Belau Mala biasanya dikenakan tarif. Uang dari wisata itu akan digunakan untuk perawatan mumi dan juga kesejahteraan warga desa.

Itulah 4 tradisi mumi yang ditemukan di Indonesia. Keempat mumi di atas diawetkan dengan cara yang berbeda-beda. Namun tujuan pembuatannya sama. Menghormati leluhur yang telah banyak sekali melakukan kebaikan di dunia.

(Sumber: boombastis)
Baca Juga :
loading...

Bagikan Ke

Related Posts

Previous
Next Post »