Gambar ilustrasi dilansir dari samishare.com
Sepele sih, namun sangat penting untuk di ketahui...
Sengaja ataupun tidak, perbuatan sepele ini sangat dilarang dalam Islam. Bahkan dosanya sangatlah besar dan neraka lah balasannya di Akhirat kelak! Naudzubillah...
Hukum Sandal Tertukar, Atau Bahkan Sengaja Menukar.
Kaum muslimin diajarkan sebuah prinsip bahwa barang orang lain tidak boleh kita kuasai kecuali dengan kerelaan pemiliknya. Menguasai bisa bentuknya mengambil untuk dimiliki atau digunakan.
Dalam hadis dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلاَّ بِطِيبِ نَفْسِهِ
Tidak halal harta seorang muslim kecuali dengan kerelaan dirinya. (HR. Ahmad 20695 dan ad-Daruquthni 2924)
Ketika khutbah wadaa’, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ، وَأَمْوَالَكُمْ، وَأَعْرَاضَكُمْ، بَيْنَكُمْ حَرَامٌ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا
“Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu terpelihara antara sesama kamu sebagaimana terpeliharanya hari ini, bulan ini dan negerimu ini.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلاَ يَشْرَبُ الخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلاَ يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلاَ يَنْتَهِبُ نُهْبَةً، يَرْفَعُ النَّاسُ إِلَيْهِ فِيهَا أَبْصَارَهُمْ حِينَ يَنْتَهِبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ
“Tidaklah seseorang berzina dalam keadaan beriman, tidaklah seseorang meminum minuman keras ketika meminumnya dalam keadaan beriman, tidaklah seseorang melakukan pencuria dalam keadaan beriman dan tidaklah seseorang merampas sebuah barang rampasan di mana orang-orang melihatnya, ketika melakukannya dalam keadaan beriman.” (HR. Bukhari dan Muslim)
As Saa’ib bin Yazid meriwayatkan dari bapaknya bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا يَأْخُذْ أَحَدُكُمْ عَصَا أَخِيهِ لَاعِبًا أَوْ جَادًّا، فَمَنْ أَخَذَ عَصَا أَخِيهِ فَلْيَرُدَّهَا إِلَيْه
“Janganlah salah seorang di antara kamu mengambil tongkat saudaranya baik main-main maupun serius. Jika salah seorang di antara kamu mengambil tongkat saudaranya, maka kembalikankah.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan ia menghasankannya. Hadits ini dihasankan pula oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Abi Dawud dan Shahih At Tirmidzi)
Karena itulah, ketika menemukan sendal yang tertukar atau bahkan sengaja menukarnya. Kewajiban dia adalah mengambil untuk dikembalikan kepada pemiliknya.
Dilansir dari konsultasisyariah.com, Jika tidak tahu siapa yang memiliki, maka dia harus mengumumkan barang temuan tersebut.Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang luqathah (barang temua). Jawaban beliau,
اعْرِفْ وِكَاءَهَا – أَوْ قَالَ وِعَاءَهَا – وَعِفَاصَهَا ، ثُمَّ عَرِّفْهَا سَنَةً
Kenali jenis tali pengikatnya dan ciri wadahnya, kemudian umumkan selama setahun…(HR. Bukhari 91 dan Muslim 4595).
Berangkat dari dalil-dalil di atas, selanjutnya kita akan melihat kasus sandal ketukar, baik di masjid maupun di tempat lainnya.
Jika sandal tersebut niat untuk di tukar maka hukumnya adalah dosa besar, namun jika tak sengaja maka hukumnya adalah barang temuan yang wajib di kembalikan.
Kasus semacam ini pernah ditanyakan kepada Dr. Abdul Karim al-Khudhair
Teks pertanyaan,أحيانًا أخرج من المسجد ولا أجد حذائي ولكن قد أجد حذاءً آخر يشبهه ويغلب على ظني أن صاحبه قد أخطأ فأخذ حذائي مكان حذائه فهل لي أن آخذ الحذاء المتبقي؟
Terkadang saya keluar dari masjid dan saya tidak menemukan sandalku, namun saya menemukan sandal lain, yang mirip dengan sandalku.
Dan dugaan kuat saya, pemilik sandal ini keliru mengambil sandal, sehingga dia memakai sandalku. Bolehkah saya gunakan sandal yang ketinggalan ini?
Jawaban Dr. Abdul Karim al-Khudhair,
الفقهاء ينصون على مثل هذه المسألة ففي الزاد وغيره ذكروا أن من أُخذ نعلاه فوجد مكانهما غيرهما فهي لقطة لا يجوز له أن يأخذها بنية التملك ولا يجوز له أن يستعملها إنما يأخذها بنية التعريف
Para ulama telah membahas masalah semacam ini, seperti di kitab Zadul Ma’ad atau lainnya.
Mereka menyebutkan bahwa orang yang sandalnya hilang, lalu dia menemukan sandal orang lain, maka sandal orang lain ini termasuk luqathah, tidak boleh baginya untuk mengambilnya dengan niat untuk dimiliki. Dan tidak boleh pula digunakan.
Yang boleh, dia mengambilnya dengan niat untuk diumumkan.
لكن هناك لقطة لا تلتفت إليها همة أوساط الناس من الأنواع الرخيصة التي إذا تركها صاحبها يغلب على الظن أنه لن يرجع إليها فمثل هذه أمرها سهل لاسيما إذا اشتدت الحاجة إليها فقد يخرج من المسجد في شدة الحر في الرمضاء الشديدة فإذا أخذ هذا النوع الذي لا تلتفت إليه همة أوساط الناس فيُرجى أن لا بأس إن شاء الله تعالى على أنه يعيدها إذا استغنى عنها أو يتصدق بنية صاحبها
Hanya saja, di sana ada barang temuan berupa barang murah, dimana umumnya orang tidak tertarik dengannya.
Ketika pemiliknya meninggalkannya, kemungkinan besar tidak akan dicari. Barang seperti ini, masalahnya lebih ringan, terlebih ketika orang yang menemukannya sangat membutuhkan.
Terkadang orang keluar dari masjid dalam cuaca sangat panas, ketika dia mengambil sandal tertinggal yang umumnya orang tidak tertarik dengannya, saya berharap, insyaaAllah tidak masalah untuk mengambilnya.
Hanya saja, dia harus mengembalikannya, seusai dia gunakan atau dia sedekahkan dengan niat pahalanya untuk pemiliknya.
وأما بالنسبة لحذائه فيعوضه الله خيرًا منها إذا عدل عن مال أخيه الذي لم تطب نفسه به. وإذا كانت الأحذية متشابهة ويغلب على الظن أنه أخطأ في لبس حذائه وترك هذه يغلب على الظن فإن احتاج إليها ولبسها ثم أعادها لا مانع إن شاء الله تعالى.
Sementara untuk sandalnya (yang hilang), yang berpindah ke tangan orang lain sementara dia belum rela, semoga diganti oleh Allah dengan yang lebih baik.
Dan apabila ada sandal yang mirip, dan anda punya dugaan kuat bahwa ada orang yang salah sehingga memakai sandal anda, jika anda memang butuh, boleh dipakai kemudian nanti dikembalikan – insyaaAllah tidak masalah.
Kesimpulan: Ketika kita menemukan sendal yang tertukar kewajiban kita adalah mengembalikan kepada pemilik aslinya.
Karena barang tersebut termasuk LUQATHAH, tidak boleh baginya untuk mengambilnya dengan niat untuk dimiliki.
Demikian, Wallahu A'lam (s)
loading...