Curhatan Ibu yang Berhenti dari Kebiasaan Memukuli Anak Karena Satu Alasan ini


Foto via tribunnews.com ilustrasi ibu memukuli anaknya

Stop kekerasan pada anak

Sebenarnya tak ada ibu yang mau menyakiti anaknya, tapi terkadang mereka lupa karena urusannya sehingga anak menjadi berontak dan akhirnya menjadi kebiasaan pada ibu, semakin kesini semakin anak berontak semakin pula sering ibu memukul, maka untuk ibu yang suka memukul anak dengarkanlah alasan ibu ini yang awalnya suka mukul anak kini berhenti karena alasan ini.

Curahan hati ibu yang menyesal karena memukul anaknya sebagai hukuman. Ia berjanji tidak akan pernah melakukannya lagi karena alasan ini.

Memukul anak masih sering dilakukan oleh orangtua dengan tujuan untuk memberi hukuman atau menjadikan anaknya lebih disiplin.

Curahan hati ibu berikut ini, berisi pengakuan penyesalan seorang ibu yang menyesal karena pernah memukul anaknya.



Mary Katherine seorang ibu sekaligus blogger menuliskan curahan hati ibu di laman Scary Mommy, dia mengaku berhenti memukul anaknya karena alasan yang tegas.

Saya tumbuh di lingkungan yang menerapkan pukulan pada anak sebagai bentuk hukuman. Saat kecil, saya tahu jika berbuat nakal, saya harus bersembunyi atau memilih alat untuk dipukulkan pada saya. Saya jarang dipukul, tapi kenangan saat saya dipukul masih terbayang jelas.

Saya ingat berjalan di lorong rumah menuju kamar, menutupi p*ntat saya dengan tangan sambil berteriak agar hukuman ditangguhkan. Jujur saja, mengingat  kenangan itu membuat saya merasa sedih.

Saya tidak pernah memikirkan dampak pemukulan terhadap diri saya, hingga setelah menjadi seorang ibu.

Malam pertama membawa bayi pulang ke rumah, saya melihatnya sebagai seorang manusia yang tak berdaya, dan betapa menjadi seorang ibu adalah tanggung jawab luar biasa. 

Saya menitikkan airmata, berbisik di telinga putraku, “Ibu tidak akan pernah memukulmu, ibu janji.”

Tiga tahun kemudian, saya memukul anak untuk pertama kalinya.

Hal itu terjadi suatu hari, reaksi saya karena dia lari ke jalan, saya  segera menarik tangannya dan menampar pantatnya. Saya ingat jelas ekspresi di wajahnya, bingung, marah dan terkhianati. Saya langsung membenarkan tindakan tersebut di dalam kepala saya, walaupun hati saya merasa ini adalah salah.

Namun, meskipun benci menyakiti putra saya, saya terus memberikan hukuman fisik untuk mendisiplinkannya. Perilakunya tidak membaik dengan pukulan, justru bertambah buruk. Bahkan suatu hari dia memukul adik perempuannya. 

Saya sangat marah dan membentaknya. “Kita tidak memukul keluarga sendiri, Nak. Kau tahu itu!”

Dengan airmata di wajahnya, ia balas membentak, “Tapi, Bu, kau memukulku!

Kebenaran dalam ucapannya, meluluhlantakkan perasaan saya. Itu adalah pertamakalinya saya dihadapkan dengan alasan logis mengapa memukul anak adalah hal yang salah. 

Saya berusaha menenangkannya, tapi dia berpaling dan kembali bermain. Sepanjang hari itu saya merasakan beban berat di hati dan pikiran. Karena saya sadar telah melakukan hal yang salah pada anak saya. Sangat salah. 

Malam harinya, ketika suami pulang kerja kami mengobrol panjang lebar. Dan ternyata, meskipun kami berdua sama-sama dibesarkan dengan hukuman pukul sebagai bentuk pendisiplinan, kami tidak pernah berniat melakukannya pada anak kami. 

Kami tidak pernah merasa bahwa tindakan itu benar, kami melakukannya hanya karena itulah yang kami pelajari dari orangtua kami. Meskipun kami benci melakukannya.

Malam itu, kami juga mencari beberapa dampak jangka panjang dari pola disiplin dengan cara memukul anak. Dan kami menemukan fakta ilmiah bahwa memukul anak selain tidak efektif untuk mendisiplinkan, juga merugikan anak.

Saya selalu merasa bahwa memukul anak sebagai hukuman tidak benar, namun hanya itu yang saya tahu. Dan orangtua saya juga melakukannya terhadap saya. Malam itu, saya dan suami sepakat untuk memutus mata rantai kebiasaan buruk ini. 


Malam itu juga, saya berjalan pelan ke kamar anak laki-laki saya dan mencium keningnya. Dia sudah tidur, meski pipinya sudah menirus, namun ia masih memiliki tampilan tembam seperti saat dia masih bayi baru lahir. 

Kuusap rambutnya dan berbisik di telinganya. “Ibu janji padamu, Nak. Ibu tidak akan pernah memukulmu lagi.”

Dan kali ini, janji itu saya tepati.

Curahan hati ibu ini semestinya menjadi pelajaran bagi kita sebagai orangtua, apa yang selama ini menjadi kebiasaan di masyarakat bukan berarti kita harus menirunya.
Setiap orangtua memiliki hak untuk menerapkan pola pengasuhan dan cara didik yang terbaik untuk anak-anaknya. Ikutilah insting Anda sebagai orangtua, jika Anda merasa ada yang salah, ubahlah.

Yang pasti, usahakan jangan pernah melakukan kekerasan fisik maupun emosional sebagai bentuk hukuman atau cara mendisiplinkan. (s)
Baca Juga :
loading...

Bagikan Ke

Related Posts

Previous
Next Post »